NPM : 29210466
Kelas : 3 EB 22
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2 # (soft skill)
Penalaran deduktif merupakan
prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata
lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan
teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan.
Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan
kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran deduktif adalah
menarik kesimpulan khusus dari premis yang lebih umum. jika premis benar dan
cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya
benar. penalaran deduktif erat dengan matematika khususnya matematika logika
dan teori himpunan dan bilangan. contoh penalaran deduktif adalah :
- semua
hewan punya mata
- anjing
termasuk hewan
- anjing
punya mata
Penalaran Deduktif, yaitu cara
berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan.
Macam-Macam
Silogisme di dalam Penalaran Deduktif:
Di dalam
penalaran deduktif terdapat entimen dan 3 macam silogisme, yaitu silogisme
kategorial, silogisme hipotesis dan silogisme alternatif
1. Silogisme
Kategorial
Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang
mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis
yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Silogisme
kategorial terjadi dari tiga proposisi, yaitu:
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus : Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam
simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan
predikat simpulan disebut term minor.
Contoh:
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Saya
adalah mahasiswa
K
: Saya lulusan SLTA
2. Silogisme
Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis
mayor yang berproposisi konditional hipotesis.Konditional hipotesis yaitu, bila
premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila
minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika
tidak ada makanan, manusia akan kelaparan.
Mn : Makanan
tidak ada.
K : Jadi,
Manusia akan Kelaparan.
3. Silogisme
Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis
mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh
My : Kakak saya berada di Bandung atau Jakarta.
Mn : Kakak saya berada di Bandung.
My : Kakak saya berada di Bandung atau Jakarta.
Mn : Kakak saya berada di Bandung.
K : Jadi,
Kakak saya tidak berada di Jakarta.
Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
– Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
– Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
– Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
– Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan
dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari
pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu
harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan
penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut,
konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Untuk turun
ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih
tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat
ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan
merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan
memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan
melakukan generalisasi.
Dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau
berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau
kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara
fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan
demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, penalaran tersebut dapat
digunakan dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan
metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar