Minggu, 03 November 2013

Tugas 2 Etika Profesi Akuntansi #


Kasus PT Great River Intrernational Tbk.


NAMA :
Andika Pratama                       ( 29210466 )
Bachtiar Septyadi                    ( 21210287 )
Syukron Maulana Malik         ( 26210813 )
Gustin Kartika Rachman        ( 23210063 )
Feriyal Novianti                       ( 22210741 )

KELAS                       :  4 EB 22

MATA KULIAH        Etika Profesi Akuntansi # (soft skill)

TUGAS 2 – KASUS PT GREAT RIVER INTERNATIONAL TBK.





PT GREAT RIVER INTERNATIONAL TBK.

A.      Profil Perusahaan
Great River didirikan pada tahun 1976 berlokasi di Jakarta - Indonesia oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja dengan nama PT. Great River Garments Industries yang pada tahun 1996 berubah nama menjadi nama PT Great River International (GRI) Tbk. Perusahaan ini merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia, menawarkan produknya dengan label antara lain Triumph International, Amo, dan Nina Capriona.

B.      Profil KAP
KAP Johan Malonda dan rekan adalah kantor akuntan publik yang merupakan yang ditunjuk dipercaya sebagai auditor PT Great River International Tbk. untuk mengaudit lapiran keuangan perusahaan tersebut. KAP ini telah mengaudit dari sejak tahun 2001.

C.      Kronologi Kasus
Tahun 2001
KAP Johan Molanda dan Rekan dipercaya untuk menjadi auditor PT Great River Internatinal Tbk sejak tahun 2001 untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Auditor menyatakan, saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank.
                                          
Tahun 2002
Pada tahun 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon.

Tahun 2003
Kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. Adapun pernyataan dari Akuntan Publik ( AP ) Justinus Aditya Sidharta sebagai Deputy Managing Director KAP Johan Malonda & rekan terkait hal ini yaitu : "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,".

Tahun 2004
Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September tahun 2004, PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Ybk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet.

Tahun 2005
Sejak Agustus 2005, Badan Pengawas Pasar Modal atau yang sering disebut Bapepam menyidik Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a.       Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003 dan,
b.      Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Berikut pernyataan ketua Bapepam mengenai hal ini : "Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,". Akan tetapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus Great River ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait yaitu ke Kejaksaan Tinggi.

Tahun 2006
Pada tanggal 29 Maret 2006, ECW Neloe yang merupakan Direktur Utama Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional Tbk. Yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi Great River oleh Bank Mandiri.

Pada tanggal 17 Mei 2006, Sunyoto Tanudjaya (ST) yang merupakan Presiden Direktur PT. Great River jadi buron keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini. Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan.

Pada tanggal 15 Juni 2006, Menteri Keuangan RI ( Menkeu ) mengeluarkan Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 untuk  membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.

Sejak tanggal 28 Nopember 2006 Menkeu telah membekukan izin Akuntan Publik ( AP ) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik ( SPAP ) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk ( Great River ) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Pada tanggal 8 Desember 2006, Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.

Pada tanggal 20 Desember 2006, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.

 Pada tanggal 2 April 2007, Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
1.       Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
2.       Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir;
3.       Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007.
Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.

D.      Pernyataan dari KAP
Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien,” kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.

E.       Pelanggaran Kode Etik Akuntan
Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great River International, Tbk secara jujur.
Menurut pengertiannya, integritas dapat berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai moral, prinsip-prinsip, serta nilai-nilai lainnya yang terdapat dalam masyarakat pada umumnya. Pelanggaran integritas berarti seseorang telah melanggar aturan-aturan yang telah disepakati secara umum. Sedangkan objektivitas merupakan pernyataan jujur dan apa adanya terhadap suatu hal. Pelanggaran objektivitas menunjukkan bahwa seseorang telah berani melakukan tindak kebohongan / kecurangan dalam melakukan suatu hal. Kedua nilai ini, bersama dengan independensi, merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan publik agar seorang akuntan publik dapat menghasilkan suatu laporan yang sifatnya akurat dan dapat dipercaya. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut, seorang akuntan publik tidak ada bedanya dengan seorang penjahat yang tidak bermoral.

F.       Dampak dari kasus
·         Great River memiliki kewajiban utang yang telah jatuh tempo kepada karyawan sebesar Rp 34 miliar dan pihak lainnya.
·         Great River juga terbukti memiliki utang kepada CV Duta Gemilang sebesar Rp 3,1 juta
·         Great River kepada PT Jamsostek sebesar Rp 32,5 miliar
·         Kerugian negara sebesar Rp 315 miliar karena kasus Great River ini. Kerugian negara ini berasal dari akumulasi dari pembelian obligasi PT Great River senilai Rp 50 miliar dan pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi kepada PT Great River sebesar Rp 265 miliar.
·         Obligasi oleh Bank Mandiri dinyatakan berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet.


Daftar Pustaka