Nama : Andika Pratama
NPM : 29210466
Kelas : 2 EB 22
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi #
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi #
HAK CIPTA
1. Pengertian dan Istilah
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa
Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan
diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam
wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada
keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan
pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara
otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan
dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.
Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta
dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh
dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra. Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara
lain:
Pencipta: adalah
seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
Ciptaan: adalah hasil
setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
Hak Cipta: hak khusus
bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan ?
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang Hak
Cipta: adalah
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari
Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut.
Pengumuman: adalah
pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu
Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
Perbanyakan: adalah
penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang
sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Lisensi: adalah izin
yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak
lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya
dengan persyaratan tertentu.
2. Lingkup Hak Cipta
a. Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
· buku, program
komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain;
· ceramah,
kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
· alat peraga
yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
· lagu atau musik
dengan atau tanpa teks;
· drama atau
drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
· seni rupa dalam
segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase, dan seni terapan;
· arsitektur;
· peta;
· seni batik;
· fotografi;
· sinematografi;
· terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak
diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:
· hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara;
· peraturan
perundang-undangan;
· pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah;
· putusan
pengadilan atau penetapan hakim; atau
· keputusan badan
arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
3. Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi
siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut
kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta
pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30
UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
· program
komputer;
· sinematografi;
· fotografi;
· database; dan
· karya hasil pengalihwujudan
· berlaku selama
50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
4. Pelanggaran dan Sanksi
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
· penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
· pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan
di dalam atau di luar Pengadilan;
· pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
· ceramah yang
semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
· pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta.
· perbanyakan
suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
· perbanyakan
suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
· perubahan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur,
seperti Ciptaan bangunan;
· pembuatan
salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka
yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat
dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
· Menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau
denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
· Memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
5. Pendaftaran Hak Cipta
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak
ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak
merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat
pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan
dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
6. Contoh Kasus
CONTOH HAK
CIPTA DALAM SENI BUDAYA BATIK INDONESIA YANG DIKLAIM OLEH MALAYSIA
Batik Indonesia berbeda dengan batik milik Malaysia dan
China, karena negara ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain,”
kata Ketua Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo.
Menurut dia, batik asli Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/cap/kain
bermotif batik), meski ada pula batik cap yang juga termasuk batik khas
Indonesia.
“Batik Indonesia sebenarnya sudah dikenal bangsa lain
sejak zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga, dan Majapahit, namun saat itu bahan
utamanya didatangkan dari China. Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik
sulit diperoleh di Indonesia. Untuk itu, batik memang harus diklaim Indonesia
dan bukan negara lain yang mengaku-aku,” katanya.
Menanggapi pengakuan tersebut, Kepala Bidang Perdagangan
Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Arifin T.
Hariadi, merasa bangga karena batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia bisa
memperoleh pengakuan internasional. “Kerajinan Batik Indonesia sudah
sepantasnya diangkat menjadi warisan budaya dunia. Untuk itu, bangsa Indonesia
tidak perlu khwatir jika negara lain mengakui batik menjadi miliknya,” katanya.
Menurut dia, klaim yang dilakukan Malaysia dan China
dengan alasan memproduksi batik, tentu perlu dilihat bahwa produk itu bukan
batik sebenarnya alias “printing” (kain bermotif batik produksi pabrik). “Kami
bersyukur konsep batik kita sulit ditiru karena memiliki ciri khas tertentu,
karena itu dengan adanya pengakuan dunia itu, maka seluruh lapisan masyarakat
Indonesia ke depan, khususnya Jatim, harus lebih mencintai produk batik dan
produk dalam negeri. Minimal mereka berkenan memakai batik satu kali dalam
sepekan,” katanya.
Seni batik di Jawa Timur berkembang di kawasan pesisir,
seperti halnya penyebaran Agama Islam di ranah Jawa dengan Wali Songo-nya (lima
di antaranya berada di Jatim), semuanya berawal dari pesisir.
Di Tuban dengan Gedog-nya, di Lamongan dengan Pacirannya,
dan Surabaya dengan batik Mangrove, Sidoarjo dikenal dengan batik Jetis serta
Kenongo, di Madura maupun Banyuwangi dengan Gajah Uling-nya, semuanya berada di
wilayah Pantai Utara (Pantura), sedangkan di Selatan berkembang Batik
Baronggung di Tulungagung
Motif batik tulis pesisir Jatim, sarat dengan nuansa
flora dan fauna maupun benda yang memadukan budaya lokal, Islam dan Tiongkok
maupun Eropa. Begitu juga perwarnaan mengadalkan bahan-bahan alami (tumbuhan).
Bila masyarakat sudah mencintai dengan memasyarakatkan batik, kata Arifin,
pertumbuhan angka penjualan perajin batik.
Hari Batik
Terkait ikhtiar menumbuhkan kecintaan terhadap batik
itulah agaknya usul Universitas Kristen Petra (UKP) Jawa Timur untuk menjadikan
2 Oktober – tanggal pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan pusaka
budaya dunia (world heritage) dari Indonesia– menjadi “Hari Batik Nasional”
patut didukung.
“Pengakuan UNESCO pada tanggal 2 Oktober itu merupakan
peluang untuk didorong menjadi Hari Batik Nasional,” Hari Batik Nasional itu
perlu dicanangkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa batik telah menjadi
warisan budaya dunia dari Indonesia pada tanggal itu. “Untuk memperingatinya,
kita tidak harus mengenakan baju batik. Namun, untuk menghargai warisan budaya
itu sebaiknya kita mengenakan baju batik pada Hari Batik Nasional.”
Ia mengakui motif yang mirip batik juga ada di Jepang,
China, India, Afrika, Jerman, Belanda, Malaysia, dan negara lainnya. Namun,
teknik pembuatan dan budaya pertumbuhan batik di Indonesia memiliki kekhasan.
“Batik di Indonesia merupakan teknik membuat motif kain
dengan menorehkan canting berisi lilin, sedangkan di negara lain hanya
merupakan cetak atau cap (print) bermotif batik, teknologi batik, dan
sebagainya.” pertumbuhan batik di Indonesia berkembang seiring budaya yang ada,
sedangkan di negara lain lebih bersifat industri.
“Saya sudah mengecek kepada seorang rekan di UNESCO
tentang alasan menjadikan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia,
ternyata pengakuan UNESCO itu sudah melalui riset bertahun-tahun. Batik di
Indonesia ada motif dan filosofi, bukan sekadar produksi,” katanya. Ia
menegaskan, baju batik itu jangan menjadi sebuah pemaksaan, tetapi biarkan
menjadi konvensi, seperti pegawai Departemen Dalam Negeri yang mengenakan baju
batik pada hari Kamis dan Jumat, atau pegawai dari instansi lain yang
berbatik-ria pada setiap hari Jumat. Untuk itu kita sebagai bangsa indonesia
harus mencintai produk dalam negeri yang bagus ini, seperti batik yang tidak
mudah ditiru dan memiliki ciri khas tentang indonesia itu sendiri.
7. Analisa
Semua ide atau pemikiran yang telah tercipta menjadi sesuatu
karya atau bentuk dibutuhkannya sebuah hak cipta atau hak paten sebagai
kepemilikan supaya tidak adanya pengakuan yang terjadi dari pihak lain, apalagi
karya atau bentuk tersebut merupakan hal yang sudah membudaya di suatu daerah
atau negara. Oleh karena itu, hak – hak tersebut dibutuhkan untuk melindungi
karya atau bentuk yang telah tercipta di daerah itu supaya bisa dibudayakan,
diturun temurunkan, dan dapat menjadi cirri khas daerah tersebut.
Sumber :
Wikipedia.id.com