Kamis, 29 Desember 2011

TUGAS UMUM (MatKul Ekonomi Koperasi)

KOPERASI SYARIAH : KECIL KARENA PARADIGMANYA

Kebanyakan kita kalau disebutkan tentang “koperasi” pasti akan terasosiasi dengan bisnis skala mikro dan kecil. Karena itu banyak yang mengubah kepanjangan UKM dari “Usaha Kecil dan Menengah” menjadi Usaha Kecil dan Mikro. Paradigma orang tentang koperasi masih berkutat sekitar urusan bisnis yang kecil, ditangani lembaga yang kecil, dan seringkali bikin repot pemerintah karena selalu minta subsidi dan bantuan lainnya.

Bagaimana jika usaha yang dianggap kecil-kecil itu berkembang menjadi 2 trilyun seperti yang dimiliki oleh sebuah koperasi di Pekalongan? Apakah yang namanya usaha kecil itu tidak boleh menjadi besar dan harus tetap kecil? Saya jadi teringat kunjungan saya ke Basel, markas pengaturan perbankan tingkat dunia. Di sela rapat dengan IFSB (Islamic Financial Service Board) dan Bank of International Settlement (BIS), saya keliling kota tua itu. Ternyata disamping bank yang menguasai sektor keuangan, ada lembaga lain yang menguasai sisi lainnya, yaitu koperasi. Disana, yang memiliki mall adalah koperasi yang anggotanya koperasi setempat. Tanpa dinyata di negara salah satu mbah kapitalis, ternyata koperasinya malah lebih maju dari Indonesia yang katanya penduduknya suka bergotong-royong.

Cikal Bakal Koperasi Syariah

Adalah PHBK (Proyek Hubungan Bank dengan KSM-Kelompok Swadaya Masyarakat) pada tahun 1990an yang digagas Bank Indonesia bersama World Bank dan AMF yang mengawali hadirnya Baitul Mal Wattamwil (BMT). Sebuah LSM bernama Pusat Pendidikan dan Pembinaan Usaha Kecil (P3UK) yang berlokasi di Kampung Ambon, Jakarta, mengembangkan lembaga simpan-pinjam ala “credit union” seperti yang berkembang di Inggris itu, tapi memakai pola syariah yang populer karena berdirinya Bank Muamalat, bank umum syariah pertama, pada tahun 1992.

Keberhasilan P3UK mengembangkan BMT mengilhami ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) untuk mendirikan lembaga yang sama. Maka pada tahun 1996 berdirilah Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha kecil (Yinbuk) dengan lembaganya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk). Sejumlah tokoh berkumpul disana, diantaranya BJ Habibie, Muslimin Nasution, Amin Aziz, Adi Sasono dan lain-lain. Dengan bantuan dari Bank Muamalat Pinbuk berhasil mengembangkan BMT hingga ke pelosok daerah. Di Aceh, BMT besutan Pinbuk harus berganti baju menjadi Baitul Qiradh (disebut Beqi) karena para ulama tidak berkenan dengan kata Baitul Mal yang begitu agung dalam sejarah Islam menjadi sebuah lembaga usaha kecil yang kadang-kadang juga bermasalah.

Pengembangan BMT juga dilakukan oleh Dompet Duafa, sebuah segmen sosial dari harian Republika sejak tahun 1994. Berbekal dana infak dan sadaqah, Dompet Duafa mengembangkan FES, Forum Ekonomi Syariah yang anggotanya terdiri dari para pengurus BMT dari berbagai daerah. Tidak sampai disitu, Dompet Duafa, setelah terpisah dari harian Republika, juga mengembangkan BMT Center, disamping Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Klinik Gratis

Di Bogor, pertumbuhan BMT dimotori oleh Yayasan Peramu pada tahun 1994. Dikelola oleh anak-anak muda asuhan Dr. AM Saefuddin dari Universitas Ibn Khaldun, yayasan ini berusaha menyelamatkan para pedagang di pasar Merdeka dan sekitarnya dari kakitangan rentenir yang beroperasi seiring liberalisasi ekonomi pada tahun 1980an. Dari kumpulan BMT ini Peramu bahkan mampu menggalang dana untuk kemudian mendirikan sebuah BPR Syariah.

Mengapa BMT lebih sukses dari koperasi biasa?

Kata Dr. AM Saefuddin, cendekiawan dan ekonom asal Bogor, image koperasi di Indonesia sudah demikian buruk sehingga timbul anggapan bahwa yang namanya lembaga usaha kecil seperti koperasi pasti buruk dan bangkrut. Bahkan ada yang memplesetkan koperasi menjadi “kuperas-i” (koperasinya diperas) atau KUD menjadi “Ketua Untung Duluan”. Lama-kelamaan anggapan ini mengkristal menjadi paradigma yang susah diubah.

Pertama BMT umumnya dibangun dengan swadaya masyarakat. Pendirian BMT biasanya dimulai dengan semangat masyarakat untuk membangun lembaga ekonomi yang dapat membantu sesama mereka yang lebih lemah secara ekonomi dan menyelamatkan mereka dari jerat rentenir. Para tokoh berkumpul dan diberikan penjelasan mengenai cara kerja BMT yang mirip-mirip bank syariah. Lalu dengan kesadaran sendiri, mereka mengumpukan modal demi memenuhi persyaratan modal yang ditentukan.

Kedua, professionalisme. Pengelolaan BMT umumnya berkiblat kepada bank syariah yang bersifat professional. Pegawainya digaji dan dibayar sesuai dengan standar yang berlaku.

Ketiga dalam mengembangkan produknya, dia bisa lebih bebas dari bank. Tidak dibatasi aturan ketat tentang kecukupan modal, kecuali setelah keluar peraturan Mentri Koperasi tentang ukuran2 yang harus dipatuhi baru-baru ini.

Keempat, small is beautiful kata Schumacher, memang tercermin pada koperasi. Lembaga yang kecil ini bisa menembus segala sudut masyarakat dan ruang yang ada di sektor publik. Dia tidak memerlukan prosedur berliku dalam melayani masyarakat.

Seabreg Kendala

Marketing

Umumnya pengurus koperasi BMT mengurus marketing setelah letih mengupayakan berdirinya lembaga. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pemasaran dan jaringannya kedodoran. Ia harus berhadapan dengan bank-bank, baik konvensional maupun syariah yang jaringan dan group marketing yang dilengkapi dengan instrumen dan SDM yang canggih dan terlatih. Apalagi setelah bank-bank itu juga turun mengurusi usaha kecil dan mikro, maka koperasi BMT kian terpukul ke pojok.

Sumberdaya manusia

Para pegawai dan pengurus koperasi BMT umumnya dilatih dalam sebuah pelatihan yang tidak lebih dari 5-6 hari kerja. Lalu setelah itu dimagangkan di BMT yang sudah berjalan selama seminggu. Kemudian diterjunkan langsung di BMTnya sendiri. Tidak mengherankan jika pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki diperoleh hanya dari internal experience.

Umumnya alokasi dana pelatihan untuk para pegawai dan pengurus BMT sangat minim. Para karyawan jarang dikirim untuk pelatihan dan pendidikan. Sebab apabila diberikan pelatihan keluar, maka biaya yang ditanggung dua kali lipat, yaitu biaya pendidikan/latihan dan biaya yang muncul akibat tidak bekerjanya karyawan sehingga karyawan lain harus lembur. Padahal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh untuk meningkatkan keuntungan belum tentu diperoleh secara langsung.

Banyak yang lupa bahwa SDM di koperasi syariah/BMT sama seperti di bank syariah, yang memerlukan dua dimensi yang harus dikuasai secara seiring dan sejalan. Pertama pengetahuan tentang syariah muamalah dan yang kedua adalah ekonomi dan keuangan secara praktis. Mungkin pada waktu pertama dulu dapat dimaklumi keterpisahan penguasaaan kedua bidang itu. Akan tetapi kedepan, menghadapi dunia yang penuh persaingan, karyawan bank dan koperasi syariah tidak bisa lagi memiliki pengetahuan “sekuler”, syariah muamalah saja, atau ekonomi dan keuangan saja.

Produk terbatas

Produk Koperasi syariah umumnya masih terpisah-pisah. Untuk pembiayaan modal, diperlukan aturan dan pelaksana yang terpisah dengan pembiayaan “consumer”. Dengan kata lain Koperasi BMT tidak melakukan strategi “one stop service”. Dengan asumsi masyarakat kecil tidak bisa datang ke bank, maka jika BMT tidak bisa melayani dengan cara seperti ini, maka masyarakat tinggal gigit jari.

Selain itu, pengembangan produk layanan dalam Koperasi BMT umumnya mengikuti trend yang berkembang, baik di bank syariah maupun BMT lainnya. Padahal dengan potensi SDM yang dimiliki, wabil khusus marketing dan DPS, berbagai layanan baru dapat dikembangkan.

Lender of the Last Resort

Tidak seperti bank yang didukung oleh lembaga penjamin simpanan apabila terjadi likuidasi, BMT tidak memiliki dukungan yang sama. Demikian pula lembaga yang bertindak selaku lender of the last resort alias lembaga pemberi pinjaman terakhir apabila terjadi krisis likuiditas.Problem ini sudah diidentifikasi sejak 15 tahun yang lalu, yaitu ketika kongres BMT pertama diadakan pada tahun 1996. Sampai saat ini nampaknya belum ada realisasinya, baik dari kalangan pemerintah maupun BMT sendiri.

Permodalan

Untuk bisa maju dan besar, logika sederhana masyarakat berlaku: perlu modal besar juga. Bagaimana mungkin sebuah koperasi BMT akan bisa besar dan maju dalam melayani masyarakat kecil, jika modalnya pas-pasan? Diperlukan usaha terpadu, baik di kalangan koperasi sendiri maupun pemerintah dalam menggalang peningkatan modal dalam rangka peningkatan layanan kepada masyarakat.

Teknologi

Hal yang paling tertinggal dalam koperasi syariah/BMT adalah masalah teknologi, meskipun secara mendasar, hampir tidak ada koperasi syariah/BMT yang tidak menggunakan tekonologi komputer saat ini. Akan tetapi untuk yang besar, mereka terpaksa harus gigit jari. Ambil misalnya yang paling sederhana dan mudah dilihat masyarakat seperti ATM (Automatic Teller Machine). Bank-bank baik konvensional maupun syariah dengan mudah melakukan investasi dalam jaringan ini karena besarnya modal yang dimiliki. Atau dengan mudahnya masuk dalam jaringan ATM bersama karena kemampuan untuk membayar biaya bulanan atas jaringan yang digunakan.

Dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu

Terkadang koperasi harus rela dimanfaatkan secara politis oleh pihak lain untuk memperoleh kedudukan maupun duit. Sedangkan koperasinya sendiri tidak memperoleh apa-apa dari manuver yang dilakukan pihak itu. Salah satu contohnya adalah klaim keberhasilan yang diperoleh koperasi Syariah yang diakui sebagai keberhasilan suatu kepemimpinan. Sikap koruptif segelintir anggota masyarakat semacam ini sampai hari ini masih dirasakan negatifnya buat koperasi syariah.

Ancaman bagi Koperasi Syariah

KJKS akan dihilangkan dari ketentuan. Ini bertentangan dengan realitas. Kalau di DPR, yang berkeberatan dan walk out atas diundangkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah Partai Damai Sejahtera, mungkinkah unsur-unsur dari PDS kini bermain di departemen koperasi?

Jika perbankan syariah bertujuan (dan sudah dibuktikan) untuk membangun ekonomi negara berdasarkan governance yang bersih seperti yang dicita-citakan agama Islam, maka dapat disimpulkan bahwa mereka yang ingin menghilangkan koperasi syariah adalah elemen anti negara dan tidak menginginkan ekonomi negara diatur berdasarkan keadilan dan kebersamaan.

Mengherankan juga hidup di negara ini. Ketika negara-negara barat seperti Switzerland, Netherland, Denmark dan lain-lain begitu bangga dengan koperasi karena mampu digunakan sebagai sarana kebersamaan dalam menghadapi kesulitan hidup, negara yang katanya berdasarkan Pancasila yang menjunjung tinggi kebersamaan malah akan mematikan prinsip yang mulia ini. Jika alasannya koperasi terlalu kecil untuk melayani sebagian besar masyarakat Indonesia, hal itu karena koperasinya dibiarkan kecil atau bahkan malah dibiarkan kecil dan kalau perlu dijaga agar tetap kecil. Hal itu karena paradigma orang yang berfikirnya juga kecil…

Wallahu A’lam

Senin, 19 Desember 2011

Prinsip Koperasi,Perhitungan Sisa Hasil Usaha(SHU) beserta contohnya

PRINSIP KOPERASI

A. Prinsip-prinsip Koperasi

1. Prinsip Munkner
• Keanggotaan bersifat sukarela
• Keanggotaan terbuka
• Pengembangan anggota
• Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
• Manajemen dan pengawasan dilaksanakan scr demokratis
• Koperasi sbg kumpulan orang-orang
• Modal yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
• Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
• Perkumpulan dengan sukarela
• Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
• Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
• Pendidikan anggota

2. Prinsip Rochdale
• Pengawasan secara demokratis
• Keanggotaan yang terbuka
• Bunga atas modal dibatasi
• Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing anggota
• Penjualan sepenuhnya dengan tunai
• Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
• Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
• Netral terhadap politik dan agama

3. Prinsip Raiffeisen
• Swadaya
• Daerah kerja terbatas
• SHU untuk cadangan
• Tanggung jawab anggota tidak terbatas
• Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
• Usaha hanya kepada anggota
• Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang

4. Prinsip Herman Schulze
• Swadaya
• Daerah kerja tak terbatas
• SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
• Tanggung jawab anggota terbatas
• Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
• Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota

5. Prinsip ICA (International Cooperative Allience)
• Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
• Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
• Modal menerima bunga yang terbatas (bila ada)
• SHU dibagi 3 : cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
• Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
• Gerakan koperasi harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional

6. Prinsip-prinsip koperasi Indonesia
Prinsip Koperasi Indonesia dalam Bab III, bagian Kedua, Pasal (5) UU No 25 tahun 1992 diuraikan bahwa :
1) Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. Kemandirian.

2) Dalam mengembangkan koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip
koperasi sebagai berikut :
a. Pendidikan Perkoperasian
b. Kerja sama antar koperasi

Dalam Penjelasan dari Pasal (5) UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakkan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.
Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya:
1. Sifat kesuka relaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun, sifat kesuka relaan ini juga mengandung arti bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi.
2. Adanya prinsip demokrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak keputusan para anggotanya. Kalau dikaji secara mendalam, prinsip atau asa koperasi tersebut merupakan penerimaan dari rumusan prinsip-prinsip seperti dirumuskan oleh international cooperative alliance (I.C.A) atau aliansi koperasi internasional.

3. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas kekeluargaan.
Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata-mata atas dasar modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi.
4. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.
Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiata usahanya.
5. Prinsip Kemandirian dari koperasi.
Prinsip ini mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.
6. Selain lima prinsip tersebut, dalam pengembangan dirinya koperasi juga melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan perkoperasian dan bekerja sama dengan antar koperasi.

B. Contoh Kasus
Di Semarang Jawa Tengah, perkembangan BMT menurut Ikhwan dan diperkuat lagi dengan penelitian Rahman yang mengukur tingkat kesejahteraan kinerja keuangan 228 BMT di Jawa Tengah termasuk di Kota Semarang menunjukkan bahwa 66, 23 % BMT cukup sehat, dan 23,25 % berada dalam keadaan kurang sehat dan 3,07 dalam keadaan tidak sehat. Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh BMT tidak hanya pada legitimasi dan dasar legal formal atas eksistensi BMT saja, tetapi lebih dari itu. Dalam prakteknya juga menghadapi kendala operasional, misalnya konsistensi penerapan prinsip – prinsip syar’i yang menjadi sumber rujukan segaa aktifitasnya.
Sebagai contoh keharusan adanya jaminan dalam setiap akad pemberian kredit (pembiayaan) baik menggunakan skema akad mudharabah, atau musyarakah, bai almuarabahah, atau juga menggunakan gadai (rahn). Hampir dalam setiap bentuk akad yang diterapkan selalu mempersyaratkan adanya barang jaminan. Padahal jika kita melihat aturannya tidak semua akad pembiayaan (kredit) harus disertai dengan adanya barang jaminan. Misalnya akad mudharabah, qardul hasan dll.
Persyaratan adanya jaminan sebetulnya menjadi wajar karena hal tersebut juga tersirat menurut dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Di sana disebutkan bahwa jaminan (agunan) merupakan “keharusan” dalam beberapa produk lembaga keuangan syari’ah. Penggunaan jaminan dalam semua akad tersebut seakan menjadi keharusan. Padahal jika dirunut akar syar’i, hanya dalam akad gadai saja yang secara eksplisit terdapat keharusan menyerahkan jaminan. Ini berarti ada penyimpangan dalam operasionalisasi BMT karena praktek semacam itu pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan Praktek Bank konvensional yang berprinsip tidak ada kredit tanpa jaminan.
Masalah lain yang juga menjadi concern BMT adalah masalah implementasi penerapan hukum jaminan. Dalam lembaga keuangan konvensional, kegiatan pinjam-meminjam (kredit) dilakukan dengan menggunakan pembebanan hak tanggungan atau hak jaminan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah. Akan tetapi di banyak BMT, masih sedikit BMT yang telah menerapkan hukum jaminan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Singkatnya, menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa salah satu syarat jaminan adalah harus didaftarkan ke kantor pendaftaran jaminan dan cara eksekusinya adalah dengan prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut.

CARA PERHITUNGAN SISA HASIL USAHA KOPERASI

PENGERTIAN SISA HASIL USAHA

Sisa Hasil Usaha Koperasi (SHU) adalah selisih dari semua pemasukan atau penerimaan total (total revenue (TR)) dengan biaya-biaya atau total biaya(total cost(TC)) dalam satu tahun buku.

Perlu diketahui penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk keperluan lain, di tetapkan oleh Rapat Anggota dengan AD/ART Koperasi.Dalam hal ini, jasa usaha mencakup trnsaksi usaha dan pertisipasi modal.

Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima setiap anggota aka berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksianggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.

RUMUS PEMBAGIAN SHU

Acuan dasar membgi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

Dengan demikian , SHU koperasi di terima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiru, yaitu:

1) SHU atas jasa modal

Pembagian ini juga sekalius mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SGU pada tahun buku yang bersangkutan.

2) SHU atas jasa usaha

Jasa ini mnegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau apelanggan,

Secara umum SHU koperasi di bagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada Anggaran Dasar/ Anggeran Rumah Tangga Koperasi sebagai berikut:

  • Cadangan koperasi
  • Jasa anggota
  • Dana pengurus
  • Dana karyawan dana pendidikan
  • Dana sosial
  • Dana untuk pembagunan sosial

Tentunya tidak semua komponen di atas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.

Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini diasjikan salah satu kasus pembagian SHU koperasi (selanjutnya disebut koperasi A)

Menurut AD/ART koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut:

  • Cadangan : 40%
  • Jasa anggota : 40%
  • Dana pengurus: 5%
  • Dana karyawan: 5%
  • Dana pendidikan:5%
  • Dana sosial :5%

SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut:

SHUpa =JUA+JMA

Di mana: SHUpa :Sisa hasil usaha koperasi

JUA :Jasa usaha anggota JMA :Jasa modal anggota

Dengan menggunakan model matematika, SHU per anggota dapat di hitung sebagai berikut.

SHUpa= Va x JUA + sa x JMA

VUK TMS

Di mana:

SHUpa : sisa hasil usaha per anggota

JUA : jasa uasaha anggota

JMA : jasa modal anggota

VA : volume jasa anggota (total transaksi anggota)

UK : volume total koperasi (total transaksi koperasi)

Sa : jumlah simpana anggota

TMS : modal sendiri total (simpanan nggota total)

Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART Kopearasi A adalah 40% dari total SHU, dan rapat anggota menentukan bahwa SHU bagian anggota tersebut di bagi secara proporsional menurut jasa dan usaha, dengan pembagian jasa modal anggota sebesar70%, dan jasa modal anggota sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu:

Pertama, langsung di hitung dari total SHU koperasi, sehingga:

JUA = 70% x 40% y\total SHU setelah pajak

= 28% dari total SHU koperasi

JMA = 30% x 40% total SHU koperasi setelah pajak

= 12% dari total SHU koperesi

Kedua, SHU bagian anggota (40%) dijadikan menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian di bagi sesuai dengan persentase yang ditetapakan.

PRINSIP-PRINSIP PEMBAGIAN SHU KOPERASI

1)SHU yang di bagi adalah yang bersumber dari anggota

2)SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yamg dilakikan anggota sendiri.

3)Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan

4)SHU anggota di bayar secara tunai

PEMBAGIAN SHU PER ANGGOTA

Untuk memperjelas pemahaman tentang penerapan rumus SHU per anggota dan prisip-prinsip pembagian SHU seperti di uraijan di atas , di bawh ini di sajikan data koperasi A, yang datanya sidah di perbaharui dan di sederhanakan.

  1. Perhitungan SHU (Laba/Rugi) koperasi A Tahun buku 1998 (Rp000)

Penjualan /penerimaan jasa Rp 850.077

Pendapatan lain 110.717

960.764

Harga pokok penjualan (300.906)

Pendapatan operasional 659.888

Beban operasional (310.539)

Beban dan administrasi umum ( 35.349)

(345.888)

SHU sewbelum pajak 314.000

Pajak penghasilan(PPH ps 21) ( 34.000)

SHU setelah pajak 280.000

  1. Sumber SHU

SHU Koperasi A setelah pajak Rp.280.0000

Sumber SHU:

-transaksi anggota Rp.200.000

-transaksi nonanggota Rp. 80.000

  1. Pembagian SHU menurut pasal 15,AD/ART Koperasi A

1)Cadangan : 40% x 200.000 :Rp80.000

2)Jasa anggota : 40% x 200.000 :Rp80.000

3)Dana pengurus : 5% x 200.000 :Rp10.000

4)Dana karyawan : 5% x 200.000 :Rp10.000

5)Dana pendidikab : 5% x 200.000 :Rp10.000

6)Dana sosial : 5% x 200.000 :Rp10.000

d. Jumlah anggota, simpanan, dan volume usaha koperasi

Rapat anggota telah menetapkan bahwa SHU bagian anggota sebagai berikut.

Jasa moda : 30% x Rp80.000.000 : Rp24.000.000

Jasa usaha : 70% x Rp80.000.000 : Rp56.000.000

Jumlah anggota :142 orang

Total simpanan anggota :Rp345.420.000

Total transaksi usaha :Rp2.340.062.000

  1. Kompilasi Data Simpanan, Transaksi Usaha, dan SHU per Anggota (dalam ribuan)

No anggota

Nama Anggota

Jumlah Simpanan

Total Transaksi Usaha

SHU Modal

SHU Transaksi Usaha

Jml SHU Per Anggota

1

ADI

800

5.500

55,58

131,62

187,20

2

BUDI

1.500

4.800

104,22

114,87

219,09

3

COKI

2.900

0

201,49

0

201,49

4

DEDI

500

8.400

34,74

201,02

235,76

5

EDI

1.000

4.000

69,48

95,72

165,20

6

FARID

1.200

10.000

83,38

239,31

322,69

7







s/d

Dst

Dst

Dst

Dst

Dst

Dst

142






















Jumlah

345.420

2.340.062

24.000

56.000

80.000

Dengan menggunakan rumus perhitungan SHU di atas di peroleh SHU per anggots berdasarkan kontribusinya terhadap modal dan transaksi usaha .Seperti di ketahui rumus SHU per anggota adalah:

SHU per anggota = SHU Jasa Usaha Aggota + Jasa modal

SHUpa = Va x JUA + Sa x JMA

VUK TMS

SHU Usaha Anggota =Va / VUK (JUK)

Contoh;

SHU Usaha ADI = 5.500 / 2.340.062 (56.000) =Rp131,62

SHU Modal anggota = Sa /TMS (JMA

SHU Modal ADI = 800 /345.420 (24.000) =Rp55.58

Dengan demilkian, jumlah SHU yang diterima ADI adalah:

Rp131.620 + Rp55.580 = Rp187.200

SUMBER :

1. http://tandio33.blogspot.com/2011/02/pangertian-koperasi-dan-fungsinya.html
2. http://koperasimahasiswa.com/prinsip-prinsip-koperasi/
3. http://duniabaca.com/pengertian-dan-prinsip-koperasi.html
4. http://dhariyanto.wordpress.com/2010/12/22/prinsip-prinsip-koperasi-di-indonesia/http://dhariyanto.wordpress.com/2010/12/22/prinsip-prinsip-koperasi-di-indonesia/
5. http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/prinsip-koperasi-indonesia.html
6. http://www.scribd.com/doc/30884109/koperasi
7. http://eprints.undip.ac.id/24190/1/Ahmad_Syifaul_Anam-01.pdf

8. http://exoticpurple.wordpress.com/2009/12/29/cara-perhitungan-sisa-hasil-usaha-koperasi/